Senin, 03 Oktober 2011

THE RADICKAL (lima)

Aku bersama seluruh tim mendapatkan dispensasi untuk mengikuti turnamen, terhitung sejak hari ini. Karena turnamen akan diselanggarakan diJakarta. Dan disinilah aku sekarang, duduk manis didalam pesawat menunggu bapak pilot menerbangkanku menuju kampung halamanku, Jakarta.
 
Aku duduk paling pojok, didekat jendela, bersama pelatih dan Arkha. Walaupun cuma 1 jam perjalanan menuju Jakarta, aku tetap ingin melihat pemandangan awan dipagi hari. Oiya, hari ini sang Raja tidak ditemani sang Ratu, Anggita tidak ada disini bersamaku, dan tim, Gita ada dikampus untuk belajar seperti biasa. Surat dispensasi dari kampus cuma berlaku untuk para pemain, bukan suporter.
 
Arkha sibuk mendengarkan musik di MP3 Playernya, sementara pelatih sedang membaca majalah Inside United yang aku bawa dari kostan. Aku rasa pelatih membacanya hanya untuk membunuh rasa bosan, karena yang aku tau, pelatih sangat mencintai tim AC Milan. 

Pesawat sepertinya siap untuk menembus langit, karna para Pramugari cantik sedang sibuk memperagakan gerakan yang boleh atau tidak dilakukan dalam selama pesawat berada diudara. Aku memperhatikan dengan seksama ,bukan, bukan karna aku mendadak jadi patuh terhadap peraturan, tetapi aku sedang sibuk memperhatikan kecantikan Pramugari-Pramugarinya. Maaf Gita, kita hidup diantara cinta dan luka.

Setelah selesai "Fashion Show" dari Pramugari tadi, akhirnya pesawat yang kami tumpangi bersiap untuk terbang. Sampai bertemu 2 minggu lagi, Jogjakarta.

Tidak banyak yang dapat aku lakukan selama pesawat berada di angkasa. Aku cuma menghabiskan waktu dengan tertidur. Dan seketika sudah sampai di Jakarta.

Hari ini timku baru akan bertanding jam 7 malam, aku jadi punya waktu banyak sebelum pertandingan, pertama, aku akan mengunjungi orang tua dan adik-adikku dulu, lalu istirahat dirumah, kangen juga rasanya sudah 2 bulan tidak pulang karna sibuk latihan.

Aku meminta izin kepada pelatih untuk pulang kerumah dulu, lalu bergabung lagi nanti sore ditempat penginapan tim. Pelatih mengizinkanku. Jabatan sebagai kapten tim selalu memudahkan semua keinginan ku untuk masalah-masalah nonteknis.

Aku menyetop taxi.

Begitu sampai dirumah, aku disambut suka cita, seolah-olah aku anak hilang yang berhasil kembali kerumah. Aku kembali menjadi Raja dirumah. Ayahku tidak ada dirumah, beliau masuk kerja hari ini, hanya ada Ibuku. Adik-adikku juga sedang pergi berjuang menuntut ilmu. Aku curhat panjang lebar tentang kehidupanku 2 bulan tidak pulang dengan Ibuku. Biasanya 2 minggu sekali aku sempatkan untuk pulang. Kami ngobrol dimeja makan. Ah kangen sekali rasanya.

Aku juga sedikit menceritakan tentang hubunganku dengan Gita, Ibu cuma kasih beberapa wejangan agar aku berhasil mendapatkan hati Gita, selama aku cocok, orang tuaku pasti support. Yes !

Aku langsung pamit lagi untuk kepenginapan tim, karna akan ada instruksi yang akan pelatih berikan sebelum pertandingan pertama jam 7 nanti. Ibu merestui kepergianku dengan doa tulusnya, agar aku dan tim ku memenangi pertandingan pertama. 

Hp ku berdering dalam perjalanan menuju penginapan tim. Gita menelpon.

Aku angkat.

"Halo." Kata Gita diseberang sana.

"Hmm."

"Kamu udah sampe? Kok gak ngasih kabar? Gak tau apa kalo aku khawatir?!"

"Iya, udah kok dari jam 11 tadi, aku tadi mampir kerumah dulu buat ketemu Ibu, tapi ini udah diperjalanan menuju penginapan tim kok."


"Oooh, Tandingnya jam berapa kamu?"

"Jam 7."

"Kamu tau kan apa yang harus kamu lakukan kalau kita mau meresmikan apa yang sudah kita jalani, Dicka?"

"Tunggu aku disana 2 minggu lagi, Gita, aku bawakan sebuah piala, sekalung medali, dan sebentuk hati untukmu."

"Hehe, yaudah kamu berjuang ya, karna hatiku harganya mahal. Udah mulai masuk lagi nih, mata kuliah selanjutnya, daaaah."

"Iya, daah."

Taxiku sampai kepenginapan. Aku langsung menuju kamar. Setelah menyerahkan 1 lembar uang 50ribuan kepada bapak supir.

Aku merebahkan badanku yang lelah keatas kasur. Arkha baru selesai mandi.

"Nyet, lawan kita sekarang katanya dari Bogor." Kata Arkha sambil memakai kaos.

"Lawan kampus Arian kapan?"

"Lusa, pertandingan terakhir di fase group. Lo mau ikut gue gak?"

"Mau kemana?"

"Nonton kampusnya Arian tanding, Ji, Radix, Fajar, Bagas, ikut, sisanya pada tepar."

"Jam berapa emang?"

"Jam 3."

"Oke gue ikut. Gue molor dulu tapi, bangunin ya."

"Iyee."

5 menit saja, aku sudah berada dialam mimpi.

Beberapa jam berikutnya, Arkha menunaikan pekerjaannya dengan baik, dia membangunkanku tidur tepat jam 3 sore. Jarak dari penginapan ke lapangan pertandingan sangat dekat. Jadi kami dapat menempuhnya dengan berjalan kaki.

Pertandingan masih belum dimulai ketika aku dan yang lain berhasil mendapatkan tempat duduk yang pas untuk menyaksikan laga ini. Aku melihat dari jauh kearah bench tim kampus Arian yang sedang bersiap-siap masuk lapangan. 

"Nyet, itu Arian, gak maen kayaknya, dia masih duduk sambil make rompi di bench." Tanya Arkha.

"Yang mana sih yang namanya Arian?" Radix mencari tau.

"Tuh yang duduk disamping pelatihnya, yang rambutnya belah pinggir." Arkha mengarahkan pandangan Radix.

"Lah dia katanya jago, kok gak dimaenin?" Tanya Bagas.

"Gue juga gak tau." Jawabku singkat.

Pertandingan dimulai, tim kampus Arian langsung menekan sejak awal. Terlihat jelas mereka mngincar kemenangan pertama di grup kami. Pemain bernomer punggung 9 dari tim kampus Arian terlihat sangat mengerikan, body balance nya bagus, walau sudah dikepung oleh 2 orang, dia masih bisa berlari dan melakukan passing ke nomer punggung 5. Pemain bernomer punggung 5 ini sangat tenang dalam menahan bola, dia dapat memperhatikan sekelilingnya dengan baik. Lalu melakukan passing jauh kearah sayap kanan. Bola dapat dikontrol dengan baik oleh pemain sayap kanan bernomer punggung 20. Setelah berhasil melewati 2 pemain lawan dengan mengandalkan kecepatan, dia melakukan... Shooting. Bola membentur tiang dan cuma menghasilkan tendangan gawang.

"Kenapa dia shooting? Padahal ada 3 orang yang udah nunggu bola didepan gawang." Kataku.

Pemain sayap itu memiliki speed dan shooting yang luar biasa. Sekilas aku seperti melihat Arkha dan Fajar menjadi satu. Arkha, Radix, Bagas, dan Fajar terdiam. Pertandingan baru berjalan 2 menit tetapi tim dari kampus Arian sudah hampir mencetak goal dari shooting jarak jauh dari sisi kiri pertahanan lawan.

"Shoot tadi, kayak semacam ucapan selamat datang di turnamen ya nyet." Kata Arkha.

"Iya, bisa jadi, tapi sayang mereka buang peluang bagus."

Dan benar saja, setelah shoot yang keras barusan, tim lawan jadi seperti hidup segan, mati tak mau. Passing tim lawan menjadi sangat parah. Mereka seperti linglung ingin memberikan bola kepada siapa. Pemain tengah mereka terlalu lama menahan bola, dan mengakibatkan tim kampus Arian berhasil merebut bola. Lagi-lagi bola diberikan kepada pemain nomer punggung 5 yang juga sekaligus menjadi kapten tim kampus Arian. Satu pemain lawan mencoba merebut dengan melakukan tackle namun berhasil dihindari dengan mulus oleh sang kapten. Bola kembali di umpan jauh, namun kali ini sang kapten memberikan kepada kiper sendiri. Sang kiper pun berhasil menahan bola dengan dadanya. Dan langsung menendang tinggi bola kearah gawang lawan. Disana ada tiga pemain yang siap menyambut dengan penjagaan ketat oleh empat pemain belakang musuh. Bola sampai di hadapan pemain nomer 9, tanpa menahan bola, pemain itu langsung menembakkan bola kemulut gawang dengan terarah.

Goal.

1-0.

Semua penonton yang hadir dilapangan ini berteriak gembira setelah timnya mampu unggul pada menit ke 5. Tim Arian mampu mencetak goal melalui dua kali operan lambung. Tim yang menjadi juara Liga Mahasiswa se-Jakarta ini ternyata memang luar biasa.

Tim lawan, mencoba membangun serangan melalui operan-operan pendek, pertahanan tim Arian terlalu rapat dan sulit untuk ditembus. Pemain bernomer punggung 7 dari tim lawan melakukan tendangan spekulasi dari luar kotak penalty. Bola membentur pemain belakang sehingga berubah arah, kiper tim Arian melakukan penyelamatan gemilag, dengan menepis bola tersebut. Bola masih jatuh ke pemain lawan, dan untuk kedua kalinya sang kiper menepis bola walau dalam keadaan duduk. Corner kick untuk tim lawan.

"Gimana menurut lo, Ji?" Tanyaku kepada Ji.

"Penyelamatan pertama luar biasa, penyelamatan kedua itu gila. Gue baru liat kiper kayak dia."

"Kayaknya pertandingan lawan tim Arian menarik nih, ya kan Dick?" Kata Radix.

"Yap lo bener, gue jadi gak sabar."

Serangan tadi adalah serangan pertama sekaligus terakhir yang dimiliki tim lawan. Karna setelah Corner Kick, pertandingan resmi menjadi milik tim Arian. Sampai menit ke-90 Arian sama sekali tidak diturunkan dalam pertandingan pertama ini. Dan skor akhir adalah 7-0. Tim Arian menang mutlak. 

Aku dan yang lain kembali kepenginapan dan bersiap untuk pertandingan selanjutnya malam ini. Tim Arian memiliki pemain-pemain yang hebat, tapi belum menampilkan seluruh kekuatannya, kami harus mencuri point juga pada pertandingan perdana, sebelum berhadapan dengan tim Arian.

Kami siap!

-bersambung-

My Blog List

Recent Posts

Recent Comments